Jumat, 12 Februari 2010

Cerpen : Jika Kau Cinta Dia (2)

Kenapa harus terjadi padaku. Aku tak pernah jatuh cinta sebelumnya. Dan akupun tak pernah merasakan rasa sakit seperti ini sebelumnya. Kenapa semua orang mau mengambil Putri dariku?

“Aku ngga sanggup lagi, Putra! Tolong aku!”

Putri menangis setiap malam. Orang tuanya hendak menikahkan Putri dengan seorang pria berusia 15 tahun lebih tua darinya. Maka dari itulah hubunganku dengan Putri tak pernah direstui orang tuanya, dengan alasan Putri harus menyelesaikan studi S1 nya dulu. Dan juga karena aku belum mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah.

Tapi ternyata dibalik itu sudah ada rencana lain sehingga Putri tak diizinkan menjalin hubungan denganku.


Aku datangi rumahnya, aku katakan pada ibunya bahwa Putri tak mau dinikahkan dengan cara seperti ini. Putri tertekan dengan sikap orang tuanya yang keras. Tapi orang tuanya tak menggubris kata-kataku. Rasanya tak mungkin aku bertindak terlalu jauh.

Apa karena aku menyayangi Putri terlalu sederhana, sehingga tak berani melakukan hal-hal konyol. Bukan tak berani. Tapi apa itu bukannya kelakuan yang tak lebih dari seorang anak kecil yang menangis saat sesuatu yang disayanginya hendak diambil orang.

Aku ingin memperjuangkan Putri. Tapi apa yang bisa aku lakukan jika sudah pada tahap ini. Apa yang bisa aku lakukan untuk Putri.

“Jangan bertindak bodoh, Putri. Apa kamu mau melihat orang tua kamu sedih Putri?”

“Tapi apa mereka peduli padaku, Putra?” ujar Putri sesenggukan menangis.

“Putri aku mohon jangan menangis, aku mohon!”

“Aku hanya bisa menangis, agar mereka tahu bahwa aku sedang tersiksa,”

Aku tak tega mendengar suara Putri. Yang lebih tak tega lagi adalah tahu bahwa seminggu lagi Putri akan sidang sarjana. Ya Tuhan. Semoga Putri bisa melewati ujian ini. Betapa tega orang tua Putri. Mengapa hanya karena harta, Putri jadi tumbal. Aku ingin berontak. Aku ingin menyelamatkan Putri.

Besok pagi Putri akan dinikahkan. Tuhan tolong aku. Apa yang harus aku lakukan. Aku harus bagaimana…

“Putra…aku ingin pergi saja dari dunia ini. Biar mereka bahagia dengan apa yang mereka inginkan…”

***

Bukan karena tak ada perjuangan. Tapi apa yang sudah Tuhan gariskan lah semua terjadi. Putri sudah tak ada lagi. Dia sudah menjadi milik orang lain. Putri aku tahu kamu masih menyayangiku seperti aku menyayangimu. Putri hadapilah ini semua dengan sabar. Tuhan pasti menolongmu. Putri tetaplah kuat. Semoga kau bisa mencintai suamimu suatu saat nanti. Biarlah aku tetap menjaga hati ini, semampuku. Aku tahu kamu tak pernah ingin aku berjanji apa-apa.

Aku tak pernah memintamu berjanji untuk tetap mencintaiku. Karena nyatanya itu sudah tak mungkin. Aku tak ingin melupakanmu. Aku tak memintamu untuk tetap mengingatku. Terserah padamu.

Putri apakah aku masih boleh menangisi kepergianmu. Putri apakah karena cintaku yang terlalu sederhana sehingga tak bisa menyelamatkanmu Putri?, Putri apakah kamu marah padaku karena tak bisa menyelamatkanmu.

Aku hanya bisa melepasmu dengan perasaan yang amat sangat kacau. Aku masih belum berhasil menata hatiku untuk ikhlas melepasmu. Apa yang harus aku lakukan?, aku hilang arah Putri.

Aku hampa tanpa ada senyummu. Aku harus mencari ke mana senyum seperti itu lagi?.

Tuhan bantu aku menata hatiku agar aku ikhlas menerima kepergian Putri.

“Putra jangan pernah berubah. Aku masih ingin berada di sampingmu. Aku ngga bisa jauh dari kamu, Putra!”

“Tapi itu ngga mungkin lagi Putri. Putri aku mohon jangan buat dirimu dalam masalah. Kamu sudah jadi milik orang lain sekarang,”

“Aku bisa gila!” lagi-lagi Putri menangis. “Putra. Aku ngga bisa melihat mata kamu lagi, jadi bagaimana aku tahu apakah kamu masih sayang aku?”

Aku menahan tangis. Ini pertama kalinya Putri menanyakannya setelah beberapa tahun. “Apa yang bisa diharapkan dari aku Putri seandainya aku masih sayang kamu?”

“Hati ini akan tenang!”

***

“Putra orang yang introvert!”

“Apakah itu salah satu penyebab dia seperti ini?”

“Ya. Salah satunya itu, dia tak mau berbagi cerita dengan siapapun, hanya pada Putri ia berbagi cerita, ia kehilangan yang ia miliki saat tak ada lagi Putri dalam hidupnya, menganggap Putri telah tiada.”

Setelah peristiwa itu. Jiwa Putra hilang entah kemana. Apakah ini lucu? Apakah ini dramatis atau terlalu didramatisir?

Ketika cinta pergi menangislah manusia yang tadinya menganggap dirinya tegar. Cinta bisa membuat seseorang yang tadinya tegar menjadi rapuh, yang tadinya rapuh menjadi tegar.

Jiwa Putra terlalu kuat akan cinta, tapi sangat lemah saat kehilangan cinta. Jika kau cinta siapapun dalam hidupmu. Hanya butuh satu pedamping yang mengirinya. Keikhlasan dan kekuatan jiwa, dalam menghadapi cinta.

1 komentar:

  1. assalamualaikum,,, berkunjung nih.. semoga postingannya berguna. Coba disubmit di Cerpen.net biar bisa dilihat orang bnyak.

    salam kenal Helmy...

    BalasHapus